Putri Tidur
Ron terbangun ketika hari menjelang senja. Perutnya merasa lapar. Ia meraih anak kunci, membuka pintu kamar dan berjalan ke luar menuju kafe dengan langkah terburu.
Ups. Sebelum pergi---tadi ia sempat menengok Laquita yang masih tidur pulas di atas ranjang.
Saat melihat Laquita dalam kondisi seperti itu, Ron sempat membayangkan dirinya adalah Pangeran yang tersesat di dalam hutan lalu bertemu Putri Tidur yang dikutuk oleh penyihir. Pangeran ingin sekali mencium sang putri agar ia terbangun.
Tapi tidak. Untuk urusan dengan Laquita, Ron memilih mencari jalan aman. Ia tidak ingin bertindak seperti Pangeran dalam kisah negeri dongeng itu. Ia bahkan tidak berani membayangkan bagaimana jika Laquita benar-benar terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya berada di dalam kamar yang disewanya.
Ron berkomat-kamit. Semoga saja hari cepat bergulir. Dan malam hadir lebih cepat dari biasanya. Ron ingin Jeremy segera menjemput Laquita. Terserah mau dibawa ke mana, yang penting tidak dikembalikan lagi ke kamarnya.
Ron memilih turun menggunakan lift. Rasa lapar yang menyerang tak bisa diajak kompromi lagi.
“Ron!” panggilan itu membuatnya urung menekan angka pada pintu lift.
Deborah.
Gadis itu berjalan tergesa ke arahnya.
“Deb? Kenapa kau berada di lantai 3?” Ron mengernyit alis. Sekaligus was-was.
“Aku kebetulan janji bertemu seseorang, Ron. Oh, ya, malam nanti aku ingin bicara denganmu. Ini ada hubungannya dengan Laquita,” Deborah berkata dengan napas terengah.
“La-quita?” Ron membelakkan mata.
“Ya, Laquita. Kenapa Ron?”
“I-ya, Deb. Aku siap.”
“Okey...sip! Sementara itu dulu. Aku balik ke kamar dulu, ya. Bye, Ron!” Deborah melambaikan tangan. Gadis itu berjalan menuju anak tangga turun yang berada di samping kiri lift.
Ron kembali menekan angka pada pintu lift.
Entah mengapa mendadak rasa laparnya hilang.
***
Ron mengisi perutnya dengan secangkir white cofee dan seiris roti bakar. Ia sengaja duduk berlama-lama di bangku kafe untuk membunuh waktu.
Dan hatinya bersorak girang ketika di luar hari tampak mulai gelap.
Jeremy pasti sudah membawa Laquita pergi.
Semoga.
Begitu pikirnya.
Mengingat akan hal itu, Ron segera menyeruput white coffe-nya hingga tandas, menggigit habis roti bakar yang sudah dingin, melirik arlojinya sekilas. Lalu berdiri. Meninggalkan kafe berniat kembali menuju kamarnya.
Sejenak ia teringat janjinya dengan Deborah. Ia pun berjalan tergesa. Ingin memastikan apakah Laquita sudah tidak berada di kamarnya lagi.
Tapi ia keliru.
Saat membuka pintu kamar, ia melihat Laquita masih berada di sana. Dan yang lebih membuatnya kaget, Putri Tidur itu sudah duduk di tepi ranjang. Mengucek-ngucek kedua matanya.
***
Ron beringsut. Tangannya menarik kembali handel pintu dengan hati-hati. Ia berharap Laquita tidak melihatnya. Ia juga berharap hal yang lebih konyol lagi---Laquita hanya ngelindur.
Ron masih mengatur napas ketika melihat sosok Deborah berjalan terburu ke arahnya.
“Ron! Aku mencari-cari kamarmu. Untunglah aku melihatmu,” Deborah tersenyum ke arahnya.Ron menyeka keringat yang tiba-tiba saja membasahi keningnya.
“Oh, ya, Deb. Kita---mesti bicara di mana?” Ron sengaja melirihkan suaranya. Ia khawatir Putri Tidur yang berada di dalam kamar mendengar percakapan mereka.
Duh, Jeremy. Kenapa ia belum juga menjemput Laquita?
***
Wajah Ron memucat. Sesekali ia mengatur napas.
“Kamu kenapa, Ron? Sakit?” Deborah akhirnya melihat juga kegelisahan Ron. Ron menggeleng. Ia berusaha menguasai diri. Meski tidak bisa menyembunyikan tangannya yang gemetar saat memutar anak kunci.
“Mungkin aku hanya kelelahan, Deb. Oh, ya. Ada berita apa?” Ron memberi tanda agar Deborah mengikutinya menjauhi kamar.
“Ini soal kakak Laquita, Ron,” Deborah berkata seraya berjalan di belakang Ron.
“Kakak Laquita?”
“Yup!”
“Oh, aku tidak tahu kalau Laquita memiliki seorang kakak.”
“Namanya Inta. Ia sangat mirip dengan Laquita.”
Mendengar itu Ron langsung menghentikan langkah.
“Deb, kita bicara di sini saja ya,” Ron menatap Deborah. Mereka berhenti di ujung koridor. Deborah mengangguk.
“Apakah ini ada hubungannya dengan penculikan Laquita?” Ron bertanya serius.
“Benar sekali, Ron. Inta menginap di sini. Tapi seharian ini ia menghilang. Maksudku---belum kembali ke kamarnya.”
“Deb, kau bilang kakaknya mirip dengan Laquita. Mungkinkah perempuan yang kutemui di hutan pinus malam kemarin itu adalah dia?” Ron memicingkan kedua matanya. Mengingat-ingat kembali sosok yang tanpa sengaja dilihatnya.
“Ia gemar mengenakan gaun hitam, Ron,” Deborah bergumam.
“Oh, Deb! Kukira memang dia. Aku pernah bertemu dengannya pagi-pagi saat chek in di penginapan ini. Aku bahkan sempat kecele---kukira dia adalah Laquita.”
“Jadi kau sudah tahu dia, Ron? Inta memang sangat mirip dengan Laquita.”
“Lalu apa yang bisa kubantu, Deb?”
“Harry sore tadi mengirimiku pict, Ron. Dan setelah kuamati---pict itu ternyata sangat mirip denganmu. Meski wajahnya mengenakan topeng.”